Monday, May 27, 2013

Jembatan Suramadu


Nama resmi Jembatan Nasional Suramadu
Mengangkut 8 lajur
Melintasi Selat Madura
Daerah Jawa Timur
Pengelola PT Jasa Marga (sementara)
Desain Cable stayed
Panjang total 5438 m (17841 ft 2 in)
Lebar 30 m (98 kaki)
Tinggi 146 m (479 kaki)
Rentang terpanjang 434 m (1,424 kaki)
Jumlah rentangan 2 (jembatan utama)
6 (keseluruhan)
Ruang vertikal 35 m (115 kaki)
Mulai dibangun 20 Agustus 2003
Dibuka 10 Juni 2009

Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur Kamal), Indonesia. Dengan panjang 5.438 m, jembatan ini merupakan jembatan terpanjang di Indonesia saat ini. 

Jembatan Suramadu terdiri dari tiga bagian yaitu jalan layang (causeway), jembatan penghubung (approach bridge), dan jembatan utama (main bridge).

Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009. 

Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah.

Pembuatan jembatan ini dilakukan dari tiga sisi, baik sisi Bangkalan maupun sisi Surabaya. Sementara itu, secara bersamaan juga dilakukan pembangunan bentang tengah yang terdiri dari main bridge dan approach bridge.

Jembatan Suramadu pada dasarnya merupakan gabungan dari tiga jenis jembatan dengan panjang keseluruhan sepanjang 5.438 meter dengan lebar kurang lebih 30 meter. Jembatan ini menyediakan empat lajur dua arah selebar 3,5 meter dengan dua lajur darurat selebar 2,75 meter. Jembatan ini juga menyediakan lajur khusus bagi pengendara sepeda motor disetiap sisi luar jembatan.

Jalan layang
Jalan layang atau Causeway dibangun untuk menghubungkan konstruksi jembatan dengan jalan darat melalui perairan dangkal di kedua sisi. Jalan layang ini terdiri dari 36 bentang sepanjang 1.458 meter pada sisi Surabaya dan 45 bentang sepanjang 1.818 meter pada sisi Madura.

Jalan layang ini menggunakan konstruksi penyangga PCI dengan panjang 40 meter tiap bentang yang disangga pondasi pipa baja berdiameter 60 cm.

Jembatan penghubung
Jembatan penghubung atau approach bridge menghubungkan jembatan utama dengan jalan layang. Jembatan terdiri dari dua bagian dengan panjang masing-masing 672 meter.
Jembatan ini menggunakan konstruksi penyangga beton kotak sepanjang 80 meter tiap bentang dengan 7 bentang tiap sisi yang ditopang pondasi penopang berdiameter 180 cm.

Jembatan utama
Jembatan utama atau main bridge terdiri dari tiga bagian yaitu dua bentang samping sepanjang 192 meter dan satu bentang utama sepanjang 434 meter.
Jembatan utama menggunakan konstruksi cable stayed yang ditopang oleh menara kembar setinggi 140 meter. Lantai jembatan menggunakan konstruksi komposit setebal 2,4 meter.
Untuk mengakomodasi pelayaran kapal laut yang melintasi Selat Madura, jembatan ini memberikan ruang bebas setinggi 35 meter dari permukaan laut. Pada bagian inilah yang menyebabkan pembangunannya menjadi sulit dan terhambat, dan juga menyebabkan biaya pembangunannya membengkak.

Sumber : wikipedia.org

Jembatan Petekan


Jembatan Angkat atau Jembatan Petekan adalah Jembatan Ferwerdarburg peninggalan Belanda. Jembatan ini terletak di jalan Jakarta.

Jembatan Petekan adalah sebuah jembatan tua dan merupakan salah satu warisan bersejarah dari jaman Belanda. Jembatan ini terletak di bagian utara Ujung Surabaya. Jembatan ini tadinya dipakai sebagai sarana penyeberangan antara Sungai Kalimas dan Selat Madura.



Dinamakan Petekan karena diambil dari kata dalam bahasa Jawa, Petek, yang artinya di pencet atau di tekan. Dengan kata lain Jembatan Petekan adalah jembatan layang yang akan terbuka bila ada kapal di bawahnya melintas.

Tadinya, oleh pihak Belanda jembatan ini bernama Ophaalbrug dan di bangun sekitar tahun 1900an, oleh NV Braat and Co. Jembatan itu didesign sebagai jembatan gantung yang bisa dinaik-turunkan, karena saat itu Sungai Kalimas menjadi jalur transportasi utama perahu dan kapal tradisional yang membawa barang ke kawasan perdagangan di Kembang Jepun.


Sumber :
eastjava.com

Tuesday, May 21, 2013

Kartolo


Kartolo lahir di Pasuruan, Jawa Timur, 2 Juli 1945, jadi umurnya sudah 67 tahun adalah pelawak dan pemain ludruk. Kartolo sudah aktif dalam dunia seni ludruk semenjak era tahun 1960-an. 



Ia mendirikan grup ludruk Kartolo CS. Ia meniti karier di beberapa grup Ludruk. Sebelum membentuk lawak ludruk, Kartolo bergabung dengan ludruk RRI Surabaya, bersama seniman ternama lainnya seperti Markuat, Kancil, dan Munali Fatah.

Kartolo CS terdiri dari Kartolo, Basman, Sapari, Sokran, Blonthang, Tini (istri Kartolo), tergabung dalam kesenian karawitan Sawunggaling Surabaya. Masing-masing pemain punya karakter yang unik dan khas, dan punya semacam 'tata-bahasa' sendiri. 

Misalnya Kartolo yang menjadi paling cerdas, sehingga sering diceritakan 'ngakali' pemain lain, Basman yang punya suara besar dan omongan nyerocos, dan Sapari yang sering nakal tapi malah jadi korban. Biasanya ludruk kartolo ini juga dilengkapi oleh bintang tamu seperti Marlena, cak Sidiq dan lain-lain.

Derap langkah Kartolo melestarikan ludruk diawali dengan melakukan kolaborasi dengan Karawitan Sawunggaling Surabaya pimpinan Nelwan’S Wongsokadi. Mereka masuk dapur rekaman untuk merekam kidungan parikan diselingi guyonan pada era 1980-an.

Dalam kurun waktu itu 95 volume berhasil direkam dan dilempar ke pasar. Di luar dugaan, sambutan masyarakat Jatim luar biasa. Album-album barunya senantiasa ditunggu penggemarnya.

Namun formasi emas ini tidak bertahan sampai sekarang. Yang tersisa adalah Kartolo, Tini dan Sapari. Basman, Sokran dan Blonthang sudah meninggal dunia. Sampai sekarang Kartolo dan Sapari masih sering tampil di JTV (TV-nya Jawapos) di Surabaya. 

Meskipun sekarang jarang masuk dapur rekaman, Kartolo dan kawan-kawan masih sering mendapat panggilan naik pentas. Dalam satu bulan rata-rata lima kali naik pentas. “Ketika kondisi perekonomian normal, kami pentas bisa lebih sepuluh kali dalam satu bulan,” katanya.



Dalam pentas-pentas resmi, lawak ludruk ala Kartolo itu sering pentas bersama kesenian campursari, dangdut, bahkan menjadi bintang tamu pertunjukan wayang kulit.
Ia tak pernah melantunkan syair kidungan yang telah dikasetkan, agar penonton tidak bosan mendengarkan lawakannya. 

Ia pun selalu mencatat isi lawakan yang pernah ia sampaikan di pentas. Cara itu ia pilih untuk terus menggali isi lawakan baru. Lingkup pentas pelaku seni ini pun tidak hanya terbatas di 38 kabupaten dan kota di Jatim. Ia juga menerima undangan naik pentas di Jakarta, Bontang, Batam, serta beberapa kota di Nusa Tenggara Barat.

Sumber : wikipedia.org

Friday, May 17, 2013

Tunjungan : Ikon Surabaya



REK AYO REK – Mus Mulyadi

Rek ayo rek mlaku mlaku nang tunjungan
Rek ayo rek rame rame bebarengan
cak ayo cak sopo gelem melu aku
cak ayo cak dolek kenalan cah ayu
ngalor ngidul liwat toko ngumbah moto
masio mung senggal senggol ati lego
sopo ngerti nasib awak lagi mujur
kenal anak e sing dodol rujak cingur
jok dipikir angger podo gelem mlaku
jok dipikir angger podho gak duwe sangu
mangan tahu jok di campur nganggo timun
malam minggu jok podho di gawe nglamun



Kota Jogjakarta punya ikon Jl Malioboro, Samarinda dengan Pasar Pagi dan Citra Niaga-nya, Semarang dengan Simpang Lima-nya. Surabaya juga punya yaitu Tunjungan. Tak hanya jalan Tunjungan, tapi juga daerah di sekitarnya, seperti Jl Embong Malang, Jl Blauran, dan Jl Praban.



Daerah ini menjadi ikon kota Surabaya. Persyaratan untuk menjadi ikon adalah berada di tengah kota, mudah diakses dari mana saja dan fasilitas kawasan yang sudah memadai.


Tunjungan 1911

Menurut sejarah, Surabaya terkenal dengan Tunjungan sejak jaman Belanda. Di salah satu gambar adalah foto masa lalu Tunjungan tahun 1911 yang menampilkan Hotel Orange (sekarang Hotel Mojopahit). Dan tetap menjadi ikon Surabaya puluhan tahun kemudian.


Tunjungan sekarang mejadi sebuah kawasan komersial di kota Surabaya dimana sepanjang jalan ini banyak ditemui Bank, toko elektronik, Hotel, Restaurant dan pusat perbelanjaan Tunjungan.



Sumber :
surabaya.tribunnews.com
surabayatempodulu.com

Related Posts