Monday, June 15, 2020

Asal-Usul Gunung Sari


ASAL-USUL GUNUNG SARI
.
#SinauSejarah
.
Area Gunung sari merupakan lahan perbukitan yang berada di sayap utara Kali Surabaya (anak Sungai Brantas), Di kawasan inilah (Kali Surabaya) dulu digunakan sebagai pelabuhan sejak zaman Majapahit
.
Konon nama Gunung Sari itu sendiri diyakini karena para nahkoda yang menyusur sungai Brantas di zaman dulu, ketika sampai di kawasan Gunung Sari hingga pelabuhan Dadoengan (kini kawasan Wonokromo) selalu berteriak "Sari, Sari, Sari....!" yang artinya memberi aba-aba agar kapal atau perahu berjalan pelan-pelan, karena sudah terlihat gunung kecil atau bukit dengan ketinggian 20-30 meter dari permukaan laut. Gunung Sari dulu jg disebut Lemah Murup
.
Di Gunung Sari terdapat salah satu lapangan Golf tertua di Indonesia sejak 1898 yang bernama Lapangan Golf Bukit Gunungsari lalu berganti nama Golf Ahmad Yani, dan ditetapkan sebagai cagar budaya. ditengah lapangan ada makam FJ Rothenbuhler meninggal tanggal 21 April 1836, makamnya ditempatkan di tengah Lapangan Yani Golf. Makamnya ada Piala yang terbuat dari Perunggu tersebut merupakan penghargaan atas jasa-jasanya memberantas penyakit cacar di Surabaya zaman dulu. Dan sampai saat ini masyarakat Surabaya mengenalnya dengan sebutan Makam MBAH DELER.
.
Di Masa Pertempuran 10 November 1945, kawasan Gunung Sari dijadikan sebagai benteng pertahanan terakhir dan pengungsian Laskar Arek-Arek Suroboyo saat menghadapi tank-tank sekutu Inggris yang mulai merangsek masuk dari Wonokromo ke Gunung Sari, Hingga gugurnya pejuang yang tergabung Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) saat menghalau pergerakan Sekutu yang merangsek ke Gunungsari. tokoh pejuang ini adalah lima pelajar Mas TRIP yang gugur di medan laga Gunungsari.
.
Oleh sebab itu di bukit Gunung Sari ada monumen Mas TRIP (Sekarang dipakai nama jalan Mastrip). Dan di Gunung Sari inilah akhir dari pertempuran 10 November 1945 yang berlangsung selama 3 minggu di Surabaya, pertempuran berakhir pada puncaknya 28 November 1945 di Gunung Sari.

(Sumber : Surabaya in The Book, Situs Cagar Budaya Surabaya)


Sumber :
https://www.facebook.com/lovesuroboyo/

Sumber foto :
https://otoplasa.com/suzuki-umc-manjakan-para-jurnalis/3707/

Asal-Usul Keputran dan Dinoyo


ASAL-USUL KEPUTRAN & DINOYO
.
#SinauSejarah
.
Sejarah kampung Keputran Surabaya tak sekadar Pasar Keputran, nama kampung Keputran ternyata telah ada sejak zaman Keraton Surabaya. Kampung Keputran menjadi tempat tinggal khusus bagi keluarga kerajaan, terutama permaisuri, selir, dan para putri raja yang masih lajang
.
Hal itu berdasarkan penemuan nama-nama kampung lain di Kota Surabaya yang juga diyakini saling berkaitan. Kampung Kraton, yang sekarang berada di wilayah administrasi Kelurahan Bubutan, diduga sebagai tempat kerajaan Surabaya bertempat. Kemudian di kampung yang kini disebut Kepatihan, patut diduga sebagai tempat tinggal kerabat kerajaan yang laki-laki.
.
Nama Keputran sendiri diambil dari nama putri-putri Kraton yang kemudian disebut "Keputren" atau kemudian berlanjut menjadi Keputran
.
Salah satu sesepuh warga Keputran, H Usman Romli, 91, warga Gang IX/29, mengungkapkan, setelah dikenal sebagai kampung keputren di zaman Kerajaan Surabaya, saat Belanda masuk Indonesia tahun1600, kampung Keputran menjadi kampung khusus untuk warga pribumi yang berkedudukan tinggi
.
”Mereka seperti Adipati dan lain sebagainya. Sementara pejabat-pejabat Belanda dan keluarganya tinggal di sekitaran kampung Keputran, seperti di Tegalsari, Jl Kartini, Dr. Soetomo, dan sekitarnya".
.
Berdampingan dengan Keputran Ada Kampung Dinoyo, Sebagai kampung tua sejak zaman kolonial Belanda tahun 1920
.
Kampung Dinoyo, Kelurahan Keputran, punya kisah yang cukup menarik. Konon, kampung itu merupakan sebuah taman yang juga tempat berlabuhnya kapal-kapal pedagang pada masa Kerajaan Majapahit. Sejarah terkait kampung Dinoyo sudah dicatat di buku Surabaya Tempoe Doeloe karya Dukut Imam Widodo dan Babad Tanah Jawa. Dua literasi tersebut memperkuat keyakinan bahwa kampung Dinoyo memang memiliki sejarah menarik
.
Kampung ini sejak tahun 1600-an. Itu berdasarkan catatan di makam Mbah Joyo Prawiro, tokoh yang babat alas di kampung Dinoyo dulu . Nama kuno kampung itu adalah "Denojo".
.
(sumber : Surabaya In The Book, Surabaya Tempoe Doeloe, Jawa Pos)


Sumber :
https://www.facebook.com/lovesuroboyo/

Sumber foto :
https://id.foursquare.com/v/kelurahan-keputran/4cec91ff0acea35df42fdfae

Friday, June 12, 2020

Asal-Usul Banyu Urip dan Simo


ASAL-USUL BANYU URIP & SIMO
.
#SinauSejarah
.
Yang paling kental adalah cerita Pangeran Situbondo pembuka hutan kawasan Kupang. Daerah ini ditemukan banyak kulit kerang alias kupang yang menggunung yang dijuluki Kerajaan Kupang, nama ini belakangan disederhanakan menjadi Kupang Kerajan. Sejarah kampung Simo juga tidak lepas dari legenda Banyu Urip. Lokasinya dua kampung ini yang bertetangga, menjadikan cerita legenda ini menarik untuk diulas
.
Dulu kampung Banyu Urip adalah kawasan perbukitan yang terdapat telaga-telaga kecil, dan telaga itu disebut kedung
.
Telaga atau Kedung di Banyu Urip itu konon sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit, yang bernama Kedung Gempol. Dalam babad Surabaya diungkapkan, menyebutkan, legenda air kedung Gempol itu dulunya pernah berhasil menghidupkan Joko Jumput. Seorang pemuda asli Surabaya yang kalah (sekarat) saat bertempur dengan Pangeran Situbondo untuk merebutkan seorang putri keraton Surabaya. Tapi Setelah minum air di kedung Gempol, Joko Jumput bisa terselamatkan (hidup kembali). Setelah wafat kini Makam Joko Jumput ada di Praban (Masuk gang) pasar
.
Nah dari sinilah asal-usul nama Banyu Urip, diartikan Banyu (air) yang bisa memberi hidup kembali (Urip). Dan Kedung Gempol dijadikan warga sebagai pesarean punden Mbah Gempol yang berada di Banyu Urip Kidul gang VI
.
Kampung Simo dilambangkan macan dan Tanah perdikan (simha) yang dijadikan tempat suci dan dikramatkan karena legenda "Banyu Urip (sumber Urip)". Kini kondisi Sumber Urip' kedung Mbah Gempol telah berubah drastis. di atas lahan bekas kedung, telah berdiri Puskesmas Banyu Urip. Hanya menyisakan sedikit lahan di bawah areal parkir sepeda motor karyawan, sebagai tanda atau tetenger dari kedung Mbah Gempol. Lalu sumber air dialirkan ke sumur yang ada di depan Masjid Al Amin Banyu Urip Kidul. Hasilnya air sumur ini menjadi sumber air bagi warga sekitar Banyu Urip Kidul. Karena air sumber dari bekas sendang ini selalu mengalir tanpa pernah habis. Kondisi airnya juga jernih dan tanpa bau.

(Sumber : Surabaya in The Book dan STD)


Sumber :
https://www.facebook.com/lovesuroboyo/

Sumber :
https://www.heikaku.com/tempat/kantor-kelurahan-banyu-urip-di-surabaya-4086

Thursday, June 11, 2020

Asal-Usul Wiyung


ASAL-USUL WIYUNG
.
#SinauSejarah
.
Pada zaman dahulu disebuah desa, yang belum ada namanya. Tinggallah beberapa sekumpulan masyarakat yang hidupnya damai. Desa itu berupa rawa2, masyarakat didesa itu memanfaatkan segala sumber daya alam yang ada untuk mencukupi dan meneruskan keberlangsungannya kehidupan mereka.
.
Seorang pemuda dari desa itu dikenal sebagai pemuda yang rajin bekerja. Ia bernama Ki Sukmo Jati (mbah jati). Pemuda itu jatuh cinta (kasmaran) pada seorang gadis cantik berparas jelita yang bernama Dewi Sekar Arum (mbah melati). Tapi sangat disesalkan, kisah cinta mereka tidak sebahagia yang mereka harapkan. Hal itu disebabkan karena ada orang ketiga yang tidak ingin hubungan mereka bersatu. Banyak orang memberi sebutan kepada orang ketiga dengan sebutan Lempung (tanah becek yang pekat)
.
Kisah cinta Jati dan dewi tidak bisa berjalan dengan baik. Lama kelamaan Dewi jatuh sakit hingga meninggal dunia tanpa pasangan hidup yang ia cintai. Sedangkan Jati hanya meratapi kepergian kekasihnya itu. Dalam keadaan sakit Jati selalu memikirkan Dewi. Sepeninggal Dewi, Jati menamakan desa itu dengan nama " WIYUNG" yang diambil dari 2 kata yakni Dewi dan Wuyung. Arti kata Wiyung adalah Dewi yang dikasmarani atau Dewi yang dicintai. Setelah memberi nama desa itu, Jatipun ikut meninggal dalam kesedihannya. Itulah singkat cerita asal usul nama Wiyung.
.
Menurut penuturan warga, makam yg panjangnya kisaran 5 meter ini dulu nama makamnya bukan Ki Ageng Selo (Syeikh Abdurrahman) namun “Buyut Jati”. Namun setelah ada orang yg melalui proses tirakat yg panjang antara 15 sampai 20 th, diganti dengan nama “Ki Ageng Selo (Syeikh Abdurrahman) pada th 2005. Tapi masyarakat Wiyung pun masih menyebutnya Mbah Buyut Jati
.
Dulu pada waktu pecahnya pertempuran Surabaya, para pejuang atau warga yang terdesak oleh serangan tentara sekutu, menggunakan area makam Mbah Buyut untuk bersembunyi. Alhasil mereka pun selamat dari kejaran tentara sekutu. Sekarang makam ini dirawat dan dijaga oleh penduduk sekitar makam.

(Surabaya in The Book)


Sumber :
https://www.facebook.com/lovesuroboyo/

Tuesday, June 2, 2020

Bu Risma Ucapkan Salam Perpisahan

Di Ultah Surabaya ke-727, Risma Ucapkan Salam Perpisahan


Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menghadiri Hari Jadi Kota Surabaya (HJKS) yang ke-727, Minggu (31/5/2020). Berbeda dari tahun-tahun lalu, ada yang berbeda dari perayaan yang digelar di dapur umum penanganan Covid-19 di Taman Surya, halaman Balai Kota Surabaya, Jawa Timur.

Seperti dikutip laman resmi Pemkot Surabaya, Selasa (2/6/2020), pelaksanaan HJKS dilakukan secara sederhana. Apalagi di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang. Tidak ada keramaian dan perayaan yang meriah seperti tahun-tahun lalu. Padahal, HJKS tahun ini merupakan yang terakhir dalam kepemimpinan Risma, setelah dua periode menjadi orang nomor satu di Kota Surabaya.

Sebelum potong tumpeng, Risma memberikan arahan yang memotivasi para staf untuk selalu bekerja keras demi pembangunan Kota Surabaya. Dalam posisi berdiri, para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan staf-staf yang ada di dapur umum, mendengarkan dengan baik arahan dan motivasi yang disampaikan Risma.

Saat itu, Ia menyampaikan dalam kondisi sekarang ini, sehat menjadi hal yang paling luar biasa dan patut disyukuri, karena itu adalah karunia Tuhan yang sangat luar biasa. Makanya, dalam HJKS tahun ini dirayakan dengan cara yang berbeda dan sesederhana mungkin.

Padahal biasanya selalu dilakukan upacara dan kegiatan-kegiatan yang bersifat perayaan. Namun, kali ini dirayakan dengan sederhana karena banyak warga yang masih berbaring di rumah sakit dan tenaga medis masih banyak yang berjuang untuk menyembuhkan warga Kota Surabaya.

"Jadi, mari kita rayakan ini dengan sederhana. Saya atas nama pribadi dan keluarga mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya karena saat ini masih suasana syawal juga. Ini mungkin perayaan Hari Jadi Kota Surabaya yang terakhir bagi saya, karena tahun depan saya harus meninggalkan balai kota, karena itu saya mohon maaf kalau mungkin ada perkataan dan perilaku saya yang kurang berkenan di hati teman-teman sekalian," kata Risma.



Presiden UCLG ASPAC ini juga menyampaikan sebuah kota atau daerah itu bisa berhasil atau tidak tergantung pada jajaran pemerintahan. Tidak mungkin kota itu langsung serta merta berhasil tanpa ada upaya dan desain dari pengelola kotanya.

"Jadi, di tangan teman-teman lah kota ini akan menjadi seperti apa, kalau dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka akan menjadi sebuah kota yang luar biasa. Kita harus maju terus dan menjadi besar," lanjut Risma.

Oleh karena itu, ia meminta kepada seluruh jajaran Pemkot Surabaya untuk selalu bergerak, berpikir dan jangan berhenti memajukan pembangunan Kota Surabaya. Sebab, hal itu akan sangat berpengaruh pada masa depan anak cucu warga Surabaya. Ia berharap anak cucu Surabaya tidak hanya menjadi penonton di kotanya sendiri kelak.

"Saya minta tolong yang ada di Pemkot Surabaya untuk terus bergerak, berpikir dan berpikir terus jangan sampai berhenti. Ayo kita terus majukan kota tercinta ini. Kalau kota ini maju, maka anak cucu kita akan survive di kotanya sendiri," ujar Risma.

Menurut dia, maju itu bukan hanya kotanya terbebas dari banjir dan indah, tapi maju itu manusianya juga harus diajak untuk seiring dengan pembangunan kotanya. Ia juga sempat mencontohkan ketika awal-awal menjadi Wali Kota Surabaya, banjir di mana-mana dan bahkan hingga tiga hari tidak tidur untuk menyelesaikan banjir tersebut, sehingga ada salah satu staf yang mengatakan bahwa banjir tersebut merupakan banjir kiriman dari luar Kota Surabaya.

"Saya ingat betul omong staf itu. Saya sampaikan kepada dia bahwa Gusti Allah sudah menciptakan Surabaya berada di tepi pantai di ujung Jawa Timur, itu sudah pemberian Tuhan. Dampaknya apa? Ya kita harus selesaikan banjir itu, hingga sekarang sudah tidak ada lagi banjir kiriman itu. Jadi artinya, kita bisa merubah itu," ujar Risma.

Oleh karena itu, berkali-kali Risma mengajak kepada jajarannya itu untuk terus bergerak dan melangkah untuk terus memajukan Kota Surabaya. Ia menambahkan, apabila berhasil membantu atau menolong orang, dan orang tersebut berhasil membantu banyak orang, maka ada kenangan yang bisa ditinggalkan nanti. Apalagi kalau membuat sesuatu yang besar dan bermanfaat bagi banyak orang, maka tentu akan dikenang.

"Oleh karena itu, ayo teman-teman semuanya, buat diri kita lebih baik dari hari kemarin. Kalau hari ini sama dengan hari kemarin, dan hari esok sama dengan hari ini, kita tidak dapat apa-apa sebagai manusia. Mungkin yang merasakan hasilnya itu bukan diri kita sendiri, tapi anak-anak dan cucu-cucu kita kelak," kata Risma.


Sumber :
https://www.cnbcindonesia.com/news/20200602142357-4-162460/di-ultah-surabaya-ke-727-risma-ucapkan-salam-perpisahan

Related Posts